Senin, 12 Mei 2014

tugas softskill

Legal Reserve Requirement
 -Reserve Requirement adalah ketentuan bagi setiap bank umum untuk menysihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada bank Indonesia. 


-Reserve Requirement adalah ketentuan bagi setiap bank umum untuk menysihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada bank Indonesia atau lebih dikenal juga dengan likuiditas wajib minimum adalah sejumlah tertentu alat likuid yang harus tetap berada di bank untuk memenuhi likuiditas bank tersebut. Ketentuan likuiditas wajib minimum ini dibedakan dalam dua kategori perhitungan yaitu likuiditas wajib dalam rupiah dan likuiditas wajib dalam valuta asing.

Reserve Requirement dapat dirumuskan sebagai berikut:
LRR = Jumlah Alat likuid / jumlah dana( simpanan ) pihak ketiga

Loan to Deposit Ratio (LDR)
          LDR adalah rasio keuangan perusahaan perbankan yang berhubungan dengan aspek likuiditas. LDR adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan, dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman (loan requests) nasabahnya. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 Lampiran 1e, Loan to Deposit Ratio (LDR) dapat diukur dari perbandingan antara seluruh jumlah kredit yang diberikan terhadap dana pihak ketiga. Besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan bank. Jika bank tidak mampu menyalurkan kredit sementara dana yang terhimpun banyak maka akan menyebabkan bank tersebut rugi (Kasmir, 2008). Semakin tinggi Loan to Deposit Ratio (LDR) maka laba perusahaan semakin meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kredit dengan efektif, sehingga jumlah kredit macetnya akan kecil).
          Kredit yang diberikan adalah kredit yang diberikan bank yang sudah ditarik atau dicairkan bank. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain. Sedangkan yang termasuk dalam pengertian dana pihak ketiga adalah giro, deposito, dan tabungan (Sinungan, 2000). Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, besarnya standar nilai Loan to Deposit Ratio (LDR) menurut Bank Indonesia adalah antara 85%-100%. Dalam membicarakan masalah Loan to Deposit Ratio (LDR) maka yang perlu kita ketahui adalah tujuan penting dari perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR). Tujuan perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah untuk mengetahui serta menilai sampai seberapa jauh suatu bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan kegiatan operasinya. Dengan kata lain, Loan to Deposit Ratio (LDR) digunakan sebagai suatu indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu bank.
        
 Perhitungan loan deposit ratio ( LDR )
          Loan deposit ratio merupakan perbandingan antara seluruh jumlah kredit atau pembayaran yang diberikan bank dengan dana yang diterima bank. Nilai LDR dapat ditentukan melalui suatu formula yang ditentukan oleh bank Indonesia melalu surat edaran bank Indonesia NO. 3/30/DPNP tanggal 14 desember 2001 yaitu:

LDR = TOTAL KREDIT / TOTAL DANA PIHAK KE 3 + EQUITY
Image 1
http://anandyarevannie.blogspot.com/2013/04/pengertian-loan-to-deposit-ratio-ldr.html

 Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas.

Capital Adequacy Ratio menurut Lukman Dendawijaya (2000:122) adalah ” Rasio yang
memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ( kredit,
penyertaan , surat berharga, tagihan pada bank lain ) ikut di biayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana – dana dari sumber – sumber di luar bank , seperti dana dari masyarakat , pinjaman , dan lain – lain.

CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko.

Modal bank
CAR= ——————————— x 100%
Aktiva tertimbang menirit risiko

Contohnya :

Bila anda mendapat Rp.1000/bulan dari orang tua, anda dapat menentukan sendiri berapa yang harus tetap menjadi uang setelah uang tersebut anda belanjakan (untuk ongkos, membeli buku, pulsa, rokok, dll). sisa uang yang tetap menjadi uang tersebut dapat dianalogikan sebagai CAR di perbankan tersebut, setelah semua uang yang masuk dipotong untuk pemberian kredit, kpr, dll. dan CAR tersebut besarnya ditentukan oleh BI. dan bila suatu bank itu CARnya 0% apalagi sudah minus, berarti bank tersebut sudah tidak mempunyai modal/uang/capital lagi.

Perhitungan Legal Lending Limit (LLL)

          Legal lending limit (LLL) merupakan instrumen kebijakan Bank Indonesia yang berlaku baik bagi bank Syariah maupun bank konvensional. Istilah tersebut dalam perbankan juga sering dikenal dengan nama Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 8/13/PBI/2006 tentang perubahan atas Peraturan BankIndonesia No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit dan dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Kebijakan legal lending limit atau batas maksimum pemberian kredit adalah jumlah batas maksimal fasilitas kredit yang diperkenankan diberikan kepada satu debitur dan atau grup debitur .Dalam peraturan Bank Indonesia No. 8/13/PBI/2006 mempunyai arti yaitu persentase maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal bank. Sedangkan dalam UU No. 10 tahun 1998 batas maksimum pemberian kredit disebut dengan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah yaitu penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa legal lending limit atau Batas Maksimum Pemberian Kredit adalah jumlah batas maksimal penyediaan dana oleh bank berupa fasilitas kredit yang diberikan kepada satu debitur dan atau debitur group yang diperkenankan terhadap modal bank.
          Perhitungan Legal Lending Limit (LLL) adalah faktor Permodalan (Capital), Kualitas Aktiva Produktif (Asset), Manajemen, Rentabilitas (Earning) dan Likuiditas. Analisis ini dikenal dengan istilah Analisis CAMEL.
1. ASPEK PERMODALAN (CAPITAL)
Penilaian pertama adalah aspek permodalan, dimana aspek ini menilai permodalan yang dimiliki bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan paa CAR (Capital Adequacy Ratio) yang ditetapkan BI, yaitu perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.
2. ASPEK KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF (ASSET )
Aktiva produktif atau Productive Assets atau sering disebut dengan Earning Assets adalah semua aktiva yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya.
Ada empat macam jenis aktiva produktif yaitu :
Kredit yang diberikan
Surat berharga
 Penempatan dana pada bank lain
 Penyertaan

          Penilaian aset, sesuai dengan Peraturan BI adalah dengan membandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Selain itu juga rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan. Klasifikasi aktiva produktif merupakan aktiva produktif yang telah dilihat kolektabilitasnya, yaitu lancar, kurang lancar, diragukan dan macet.
3. ASPEK KUALITAS MANAJEMEN (MANAGEMENT)
Aspek ketiga penilaian kesehatan bank meliputi kualitas manajemen bank. Untuk menilai kualitas manajemen akan mengajukan 250 pertanyaan yang menyangkut manajemen bank yang ebrsangkutan. Kualitas ini juga akan melihat dari segi pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam menangani bebagai kasus yang terjadi.
4. ASPEK RENTABILITAS (EARNING)
Penilaian aspek ini diguankan untuk mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan keuntungan, juga untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Penilaian ini meliputi ROA atau Rasio Laba terhadap Total Aset, dan Perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional (BOPO).
5. ASPEK LIKUIDITAS (LIKUIDITY)
Aspek kelima adapah penilaian terhadap aspek likuiditas bank. Suatu bank dukatakan likuid, apabila bank yangbersangkutan mampu membayar semua hutangnya, terutama hutang-hutang jangka pendek. Selain itu juga bank harus mampu memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai.
Penilaian dalam aspek ini meliputi :
Rasio kewajiabn bersih Call Money terhadap Aktiva Lancar
Rasio kredit terhadap dana yang diterima oelh bank seperti KLBI, Giro, Tabungan, deposito dan lain-lain.

          Seraca umum penilaian tingkat kesehatan bank dapat dirangkum sebagai berikut :
Jumlah bobot untuk kelima faktor tersebut adalah 100%. Nilai kredit kemudian digunakan untuk menentukan predikat kesehatan bank, ditetapkan sebagai berikut :
Disamping penilaian analisis CAMEL, kesehatan bank juga dipengaruhi hasil penilaian lainnya, yaitu penilaian terhadap :
Ketentauan pelaksanaan pemberian kredit Usaha Kesil (KUK) dan pelaksanaan Kredit Eksport
Pelanggaran terhadap ketantuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau sering disebut dengan Legal Lending Limit.
Pelanggaran Posisi Devisa Netto.


Pengertian Non Performing Loan (NPL)
>> Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah merupakan salah satu indikator kunci untuk menilai kinerja fungsi bank. Salah satu fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediary atau penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana.

>> Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) menetapkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) adalah sebesar 5%. Rumus perhitungan NPL adalah sebagai berikut:

>> Rasio NPL = (Total NPL / Total Kredit )x 100%
Misalnya suatu bank mengalami kredit bermasalah sebesar 50 dengan total kredit sebesar 1000, sehingga rasio NPL bank tersebut adalah 5% (50 / 1000 = 0.05).

>> Beberapa Hal Yang Mempengaruhi NPL Suatu Perbankan :

Menurut pendapat penulis terdapat beberapa hal yang mempengaruhi atau dapat menyebabkan naik turunnya NPL suatu bank, diantaranya dalah sebagai berikut :

>> a. Kemauan atau itikad baik debitur :
Kemampuan debitur dari sisi financial untuk melunasi pokok dan bunga pinjaman tidak akan ada artinya tanpa kemauan dan itikad baik dari debitur itu sendiri.

>> b. Kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia :
Kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi tinggi rendahnya NPL suatu perbankan, misalnya kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga BBM akan menyebabkan perusahaan yang banyak menggunakan BBM dalam kegiatan produksinya akan membutuhkan dana tambahan yang diambil dari laba yang dianggarkan untuk pembayaran cicilan utang untuk memenuhi biaya produksi yang tinggi, sehingga perusahaan tersebut akan mengalami kesulitan dalam membayar utang-utangnya kepada bank. Demikian juga halnya dengan PBI, peraturan-peraturan Bank Indonesia mempunyai pengaruh lansung maupun tidak lansung terhadap NPL suatu bank. Misalnya BI menaikan BI Rate yang akan menyebabkan suku bunga kredit ikut naik, dengan sendirinya kemampuan debitur dalam melunasi pokok dan bunga pinjaman akan berkurang.

>> c. Kondisi perekonomian :
Kondisi perekonomian mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemampuan debitur dalam melunasi utang-utangnya. Indikator-indikator ekonomi makro yang mempunyai pengaruh terhadap NPL diantaranya adalah sebagai berikut:

>> Inflasi :
Inflasi adalah kenaikan harga secara menyeluruh dan terus menerus. Inflasi yang tinggi dapat menyebabkan kemampuan debitur untuk melunasi utang-utangnya berkurang.

>> Kurs rupiah :
Kurs rupiah mempunayai pengaruh juga terhadap NPL suatu bank karena aktivitas debitur perbankan tidak hanya bersifat nasioanal tetapi juga internasional.


Pengertian Net Internet Margin (NIM)
Net Interest Margin (NIM) "marjin bunga bersih" adalah ukuran perbedaan antara bunga pendapatan yang dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan lain dan nilai bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman mereka (misalnya, deposito), relatif terhadap jumlah mereka (bunga produktif ) aset. Hal ini mirip dengan margin kotor perusahaan non-finansial. Hal ini biasanya dinyatakan sebagai persentase dari apa lembaga keuangan memperoleh pinjaman dalam periode waktu dan aset lainnya dikurangi bunga yang dibayar atas dana pinjaman dibagi dengan jumlah rata-rata atas aktiva tetap pada pendapatan yang diperoleh dalam jangka waktu tersebut (yang produktif rata-rata aktiva). Margin bunga bersih mirip dalam konsep untuk menyebarkan bunga bersih , namun penyebaran bunga bersih adalah selisih rata-rata nominal antara pinjaman dan suku bunga pinjaman, tanpa kompensasi untuk kenyataan bahwa aktiva produktif dan dana yang dipinjam dapat menjadi alat yang berbeda dan berbeda dalam volume. Margin bunga bersih sehingga dapat lebih tinggi (atau kadang-kadang lebih rendah) daripada penyebaran bunga bersih. Perhitungan : NIM dihitung sebagai persentase dari aset dikenakan bunga. Sebagai contoh, rata-rata pinjaman bank untuk nasabah adalah $ 100,00 dalam setahun sementara itu memperoleh pendapatan bunga sebesar $ 6,00 dan bunga yang dibayar sebesar $ 3,00. NIM kemudian dihitung sebagai ($ 6,00 – $ 3,00) / $ 100,00 = 3%. Pendapatan bunga bersih sama dengan bunga yang diperoleh dikurangi bunga yang dibayarkan kepada pelanggan.


PENILAIAN CAPITAL
Penilaian pertama adalah aspek permodalan, dimana aspek ini menilai permodalan yang
dimiliki bank yang didasarkan :
1. kewajiban penyediaan modal minimum bank (KPMM)
2. Komposisi permodalan
3. Trend ke masa depan / proyeksi KPMM
4. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal bank
5. Kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari
keuntungan (laba ditahan)
6. Rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha
7. Akses kepada sumber permodalan dan
8. Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank
1. Komponen Kecukupan pemenuhan KPMM dihitung dengan menggunakan rumus :
2. Komponen kedua adalah komposisi permodalan di lihat dengan rumus :
3. Komponen Capital tentang Trend ke depan Proyeksi KPMM dilihat dari angka
pertumbuhan Modal dan ATMR
4. Komponen APYD dibanding dengan modal di hitung dengan rumus
Klasifikasinya adalah :
1. 25% dr Aktiva Produktif dalam perhatian Khusus
2. 50% dr Aktiva Produktif Kurang Lancar
3. 75% dr Aktiva Produktif Diragukan
4. 100% dr Aktiva Produktif Macet
Sistem Informasi Perbankan, Pertemuan Ke-9
Noviyanto, ST Halaman 2
5. Komponen Kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal
dari keuntungan (laba ditahan)
6. Komponen Rencana permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha Jasa dilihat
dari Indikator pendukung seperti persentase rencana pertumbuhan Modal dibandingkan
dengan persentase rencana pertumbuhan Volume Usaha
7. Akses kepada sumber permodalan
Selain itu juga dilihat Profitabilitas Bank yang dihitung dari Return On Asset (ROA)


http://ricojacson.wordpress.com/2011/05/28/penilaian-capital-tulisan-softskill-terapan-komputer-perbankan/